Mengukir Sejarah Baru Bersama FLP
Tak Kenal maka Ta’aruf
Aku masih teringat ketika tahun 2007 saat masih duduk di kelas 1 SMA, aku yang rajin duduk berjam-jam di Perpustakaan, mengacak-acak buku Perpustakaan Sekolah sambil mencari-cari buku yang enak untuk di baca. Biasanya aku membaca buku-buku Ensiklopedia dan buku-buku non fiksi Islami. Aku tidak suka membaca cerita baik cerpen maupun novel. Suatu hari aku pernah menemukan buku cerita tentang kisah awal berjilbab. Buku tersebut ada tulisan FLP yang kepanjangannya adalah Forum Lingkar Pena. Aku mengira FLP merupakan nama salah satu penerbit di Indonesia, karena aku masih culun-culunnya saat itu, sehingga tidak mengerti arti kata “Forum”.
Buku kisah awal berjilbab merupakan buku cerita pertama yang pernah aku baca. Sebelumnya aku hanya membaca kisah 25 nabi dan Rasul, kisah nabi Khidir a.s dan kisah teladan. Sejak aku membaca buku kisah awal memakai jilbab, entah mengapa setiap kali aku ke Perpustakaan, aku pasti mencari buku yang ada tulisan FLP nya. Bagiku, buku-buku nya sangat menginspirasi dan mencerahkan. Aku juga pernah membaca buku FLP yang judulnya catatan hati seorang istri. Buku nya Mbak Asma Nadia tersebut sangat mengharukan.
Tahun 2009 aku tamat SMA. Tahun pertama aku mengetahui tentang FLP ketika aku membaca buku Ibunda Helvy Triana Rosa. Aku memanggilnya Bunda karena usianya sebaya dengan Ibuku. Buku yang berjudul catatan pernikahan Bunda Helvy dan kisah-kisah kehidupan di bahtera rumah tangga serta si kecil Faiz. Bunda Helvy merupakan pendiri dan Ketua Umum Forum Lingkar Pena (FLP) (1997-2005), merupakan sebuah forum penulis muda beranggotakan ribuan orang yang tersebar di 125 kota di Indonesia dan mancanegara. Melalui buku tersebut aku menjadi termotivasi ingin bergabung di FLP. Namun saat itu aku tidak tahu bagaimana cara bergabung di FLP.
Tepat di akhir tahun 2011 setelah Miladku ke-20 tahun, ketika bulan Oktober kuliah masih semester 1, aku melihat spanduk di areal kampusku. FLP cabang Pekanbaru membuka pendaftaran anggota baru. Aku ikuti instruksi demi instruksi dan langkah demi langkah sampai aku berada di genggaman ukhuwah para penulis-penulis luar biasa yang bernama FLP. Berinteraksi bersama anggota-anggota FLP membuat aku bersemangat untuk belajar menulis.
FLP merupakan wadah tempat saling bertukar informasi antara sesama penulis, namun juga terbuka bagi calon penulis yang ingin mempelajari tentang kepenulisan. Karena, sekarang ini FLP ini bukan hanya organisasi untuk para penulis tetapi juga organisasi yang mewadahi calon-calon penulis, melahirkan penulis-penulis muda dan merangkulnya di rumah penuh inspirasi yang bernama FLP. Mencetak generasi-generasi yang hobi membaca sehingga tidak ketinggalan zaman dengan negara-negara maju. Mustahil penulis kalau tidak pernah membaca. Karena tips menulis ialah Menulis membaca, menulis membaca, menulis membaca.
Aku yang saat itu tidak mengerti tentang bagaimana menuliskan karya, karena selama ini aku hanya menulis tentang pelajaran di Sekolah dan di Kampus. Rasa malu dan minder aku buang sejauh-jauhnya walaupun sebenarnya para anggota baru FLP banyak yang sudah menghasilkan sebuah karya. Belajarlah dari kegagalan dan kesuksesan orang lain, maka aku bisa lebih sukses dari mereka.
Azzamku bersama FLP
Jaddiduu niyatakum (perbaharui niatmu). Sebelum aku bergabung di FLP niatku hanyalah ingin bertemu dengan bunda Helvy. Seiring aku mengenali dan semakin masuk dalam dunia kepenulisan, niatku terus di perbaharui. Mengapa aku terdampar di FLP ini? Apa tujuanku bergabung dengan para penulis? Apakah aku ingin menjadi penulis? Lalu, mengapa aku ingin menjadi penulis? Ingin terkenal? Atau ingin mencari uang? Atau yang lain?
Semakin ku perbaharui niat dan tekadku dalam bergabung di FLP. Ingin menjadi penulis? Atau menerbitkan buku? Banyak di luar sana tanpa bergabung di FLP bisa menerbitkan buku. Ingin terkenal? Di FLP bukan ajang untuk mencari ketenaran. Ingin kaya dengan menulis? Banyak karya-karya yang sudah susah payah dibuat ternyata di tolak penerbit. Lalu, apa alasan bergabung di FLP? Aku mentok. Tidak sanggup berpikir. Ternyata niatku selama ini salah. Jangan bertanya apa yang telah diberikan FLP untukku. Tetapi, tanyakan pada diri sendiri. Selama ini aku bergabung di FLP, apa yang telah kuberikan untuk FLP? Jawabannya. Belum ada.
Azzamku bersama FLP ingin berdakwah dengan pena (berdakwah melalui tulisan) serta mempersembahkan karya terbaik untuk FLP. Aku bercita-cita menjadi penulis yang mempunyai visi yaitu menghasilkan karya yang bernilai dakwah dan mencerahkan dunia. Aku tidak bangga jika setiap bulan bisa mencetak buku-buku best seller. Tetapi aku lebih bangga jika seumur hidup hanya menghasilkan satu karya namun bermanfaat sepanjang masa. Jaddiduu niyatakum (perbaharui niatmu).
Mengukir sejarah bersama FLP
Merasakan nikmatnya karya di tolak media atau penerbit, namun respon tentunya berbeda-beda. Ada yang kesal, tidak mau lagi mengirimkan karya atau berhenti menulis. FLP tidak hanya mengajarkan tentang trik-trik menulis, FLP juga menggembleng ruhiyah Islamiyah agar tetap tegar dan bersabar dalam berjuang. Betapa banyak penulis-penulis yang berguguran ditengah jalan ketika kenyataan karya-karya mereka ditolak mentah-mentah. Tetapi, penulis FLP tidak luntur semangatnya walaupun berkali-kali di tolak, masih ada jalan lain menuju kesuksesan. Berfikir positif dan mengoreksi diri adalah prinsip FLP. Karya di tolak bukan karena naskah tidak layak terbit atau cerita tidak bagus, manatahu momentnya kurang tepat.
Banyak hadirnya organisasi kepenulisan tetapi yang membuat FLP berbeda karena tidak hanya berorientasi pada dunia semata, tetapi FLP juga berorientasi untuk akhirat. Mengingatkan dikala lupa. Adanya mentoring-mentoring dan pembinaan agama sehingga menjadikan penulis tidak kekosongan ruhiyah Islami. Untuk apa kita membina orang lain lewat tulisan-tulisan kita, tetapi hati kita, jiwa kita, belum terbina dengan benar? Untuk itulah, FLP bukan hanya memotivasi untuk menulis saja tetapi juga memotivasi untuk selalu menjaga kondisi keimanan agar selalu berada di jalan kebaikan.
Dari FLP untuk dunia. Warnai hidup dengan menulis. Dengan menulis kita akan di kenal sepanjang zaman. Walaupun jasad telah terkubur tanah namun ide-ide yang kita tulis tetap hidup selama orang lain tetap membaca karya-karya kita. Mari mengukir sejarah peradaban dengan menulis. [Oleh: Rismayanti] (Diikutkan pada Lomba Essay ‘Aku dan FLP’) Milad FLP ke-15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar